TagBoard Message Board
nama

URL atau  Email

komentar



Archives


untuk melihat secara berurut bisa dilihat di sini

This page is powered by Blogger. Isn't yours?
Friday, November 15, 2002

 
Mengawali hari dengan keletihan. Waktu seperti mengutuknya, dengan sekian makian. Ia melangkah ke luar kantor, dengan sorot mata yang sama dengan kemarin, dengan muka tertunduk. Yang juga sama dengan kemarin.

Tapi setidaknya, masih kusimpan waktu lalu, pikirnya. Walau ia seringkali curiga dengan masa lalu itu. Seperti pagi tadi. Ia terbangun dengan wajah berpeluh wajah lain. Peluh yang berwajahkan nyinyirnya masa lalu. Ah, lupakan sesaat, bagaimana kisah itu meracuni. Mungkin akan sampai tujuh turunan tanpa henti. Mungkin juga pantas dijadikan prasasti.

Prasasti. Seperti istilah ini lebih tepat untuk menggambarkan sebuah pelarian yang amat panjang. Bagaimana kemudian ia menjadi wartawan, itu pun tidak melalui sebuah permenungan yang panjang. "Jurnalistik adalah tempat dimana aku beristirahat," demikian ia menjawabnya, jika orang bertanya.

Jawaban yang terdengar aneh. Tapi tidak bagi yang tahu siapa dia. Baginya, mendaki gunung itu bukan petualangan. Tapi membayangkan dan memikirkan naik gunung, itulah petualangan. Otaklah yang menentukan apakah sesuatu disebut petualangan atau tidak. Sementara jurnalistik, adalah menjaring informasi tanpa perlu mencernanya. Mereka lalu lalang begitu saja. Ia, sebagai jurnalis, tidak sempat bertegur sapa dengan informasi-informasi. Ia menganggapnya sebagai sampah yang selekasnya harus dibuang.

Ia begitu jijik dengan berita yang selalu membuatnya ingin muntah. Maka ia tak pernah mencernanya. Lambung otaknya tak mempunyai usus dua belas jari bagi informasi.

Tapi lain dengan kisah celana di kepala itu. Ia menganggapnya sebagai petualangan. Pertama kali adalah kematian. Kematian dimanapun sering menggelitik dan seksi. Kedua, celana di kepala. Celana itu sebuah simbol keseksian lain, yang membuat banyak orang penasaran. Dan mungkin, inilah jenis pakaian pertama di muka bumi ini.

Sayangnya, setiap kali ia mencari lubang kematian, dan menelisik celana itu, selalu berbentur dengan ruang hampa. Susunan puzzle yang ia rakit, semuanya buntu. Tak ada gambar.
imajinasi ang 1:18 AM